Written By Labala Nusa Tenggara Timur on Senin, 04 April 2016 | 04.34

http://media.forumkeadilan.com/

Masih melekat dalam ingatan 9 tahun yang lalu, Ketika masa ujian nasional telah tiba. Ketika ujian nasional masih menjadi penentu utama kelulusan siswa. Detik-detik yang menentukan memberikan efek getaran jiwa yang berbeda, Jiwa remaja yang masih belia, diberikan sebuah ujian berat yang menentukan masa depan langkah takdir diri di dunia.

Masih teringat jelas, ketika kau tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang alim. Salat tahajud yang selama ini kau lupakan dan dianggap seperti angin berlalu tidak kau tinggalkan. Salat lima waktu kau jalankan dengan penuh khusyu memohon rida dan ampunan kepada Tuhan atas segala dosamu, walau pada dasarnya kau terpaksa. Kau berusaha menipu Tuhan, agar Tuhan memaafkan dan memberikan kemudahan jalan menuju kelulusan di ujian nasional. Dasar bau kencur! Kau kira, Tuhan mampu kau tipu.

Masih teringat jelas 9 tahun yang lalu. Ujian nasional telah berakhir. Tiba saatnya mendengar pengumuman kelulusan. Guru maupun siswa berwajah pucat, duduk lesu, harap-harap cemas menantikan berita kelulusan. Akhirnya, yang dinantikan pun tiba, kepala sekolah menempelkan pengumuman di papan pengumuman sekolah. Suasana hening menjadi riuh seketika, di antara mereka ada yang bersorak dan menangis bahagia setelah mengetahui nama mereka masuk dalam daftar siswa yang lulus ujian.

Ada pula beberapa di antara mereka tertunduk malu, berdiam di pojok sekolah menangisi nasib yang malang setelah mengetahui namanya masuk ke dalam daftar merah. Siswa yang gagal ujian nasional. Dunia seakan kiamat. Langkah memenuhi takdir terasa berat. Warna warni masa depan tampak meredup. Langkah kaki kian berat. Apa yang harus ia katakan pada orangtuanya. Pada kawan-kawannya. Pada gurunya.

Suasana ujian nasional seperti ini mungkin tidak akan dijumpai lagi. Saat ini ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan sebagaimana yang dikemukakan Menteri Pendidikan, Anis Baswedan, ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan, akan tetapi ujian nasional menjadi ukuran apakah siswa mampu mencapai nilai kompetensi yang diharapkan atau belum. Masih menurut Pak Menteri. nantinya sekolah yang berhak menentukan apakah seorang anak layak lulus atau tidak dengan perbandingan ujian nasional dan ujian sekolah sebesar 50:50. Kriteria kelulusan ini diatur dalam Permendikbud No 44/2014 tentang Ujian Nasional.

Dengan peraturan pemerintah tersebut, otomatis mengubah suasana kengerian ujian nasional. Tidak ada lagi pelabelan: Tidak Lulus. Lagi pula, sekolah mana yang menginginkan siswanya tidak lulus ujian. Para siswa pun tidak perlu lagi stres menghadapi ujian. Tentu, dengan demikian, tobat massal akan menghilang. Remaja bertahajud tidak lagi ditemukan. Ketika ujian berakhir, semuanya akan terlibat dalam huru hara, pesta melepas masa sekolah. Entah, dengan perbuatan yang bermoral maupun amoral. Apakah dengan ritual adat ke-timur-an atau mengadopsi pesta ke barat-baratan. Yang pasti, masa remaja adalah masa kesenangan. Mana yang menyenangkan. Mana yang enak di sana mereka berada.


Kepada adik-adik yang sedang melaksanakan Ujian Nasional, Selamat diuji. Selamat berjuang mengakhiri masa sekolah dan selamat datang di dunia nyata.

G+

Anda baru saja membaca artikel tentang Ketika UN Tidak Lagi Menakutkan. Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan masukan email anda dibawah ini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel terbaru dari Animalisme Kesejagatan
feedburner

0 komentar:

Animalisme Kesejagatan © 2014. All Rights Reserved.
Template animalismekesejagatan By SEOCIPS.COM , Powered By Blogger