http://media.forumkeadilan.com/ |
Masih melekat
dalam ingatan 9 tahun yang lalu, Ketika masa ujian nasional telah tiba. Ketika ujian
nasional masih menjadi penentu utama kelulusan siswa. Detik-detik yang
menentukan memberikan efek getaran jiwa yang berbeda, Jiwa remaja yang masih
belia, diberikan sebuah ujian berat yang menentukan masa depan langkah takdir
diri di dunia.
Masih teringat
jelas, ketika kau tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang alim. Salat tahajud
yang selama ini kau lupakan dan dianggap seperti angin berlalu tidak kau
tinggalkan. Salat lima waktu kau jalankan dengan penuh khusyu memohon rida dan
ampunan kepada Tuhan atas segala dosamu, walau pada dasarnya kau terpaksa. Kau berusaha
menipu Tuhan, agar Tuhan memaafkan dan memberikan kemudahan jalan menuju
kelulusan di ujian nasional. Dasar bau kencur! Kau kira, Tuhan mampu kau tipu.
Masih teringat
jelas 9 tahun yang lalu. Ujian nasional telah berakhir. Tiba saatnya mendengar
pengumuman kelulusan. Guru maupun siswa berwajah pucat, duduk lesu, harap-harap
cemas menantikan berita kelulusan. Akhirnya, yang dinantikan pun tiba, kepala
sekolah menempelkan pengumuman di papan pengumuman sekolah. Suasana hening
menjadi riuh seketika, di antara mereka ada yang bersorak dan menangis bahagia setelah
mengetahui nama mereka masuk dalam daftar siswa yang lulus ujian.
Ada pula beberapa
di antara mereka tertunduk malu, berdiam di pojok sekolah menangisi nasib yang
malang setelah mengetahui namanya masuk ke dalam daftar merah. Siswa yang gagal
ujian nasional. Dunia seakan kiamat. Langkah memenuhi takdir terasa berat. Warna
warni masa depan tampak meredup. Langkah kaki kian berat. Apa yang harus ia
katakan pada orangtuanya. Pada kawan-kawannya. Pada gurunya.
Suasana ujian
nasional seperti ini mungkin tidak akan dijumpai lagi. Saat ini ujian nasional
tidak lagi menjadi penentu kelulusan sebagaimana yang dikemukakan Menteri
Pendidikan, Anis Baswedan, ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan,
akan tetapi ujian nasional menjadi ukuran apakah siswa mampu mencapai nilai
kompetensi yang diharapkan atau belum. Masih menurut Pak Menteri. nantinya
sekolah yang berhak menentukan apakah seorang anak layak lulus atau tidak dengan
perbandingan ujian nasional dan ujian sekolah sebesar 50:50. Kriteria kelulusan
ini diatur dalam Permendikbud No 44/2014 tentang Ujian Nasional.
Dengan peraturan
pemerintah tersebut, otomatis mengubah suasana kengerian ujian nasional. Tidak ada
lagi pelabelan: Tidak Lulus. Lagi pula, sekolah mana yang menginginkan siswanya
tidak lulus ujian. Para siswa pun tidak perlu lagi stres menghadapi ujian.
Tentu, dengan demikian, tobat massal akan menghilang. Remaja bertahajud tidak
lagi ditemukan. Ketika ujian berakhir, semuanya akan terlibat dalam huru hara, pesta
melepas masa sekolah. Entah, dengan perbuatan yang bermoral maupun amoral. Apakah
dengan ritual adat ke-timur-an atau
mengadopsi pesta ke barat-baratan. Yang
pasti, masa remaja adalah masa kesenangan. Mana yang menyenangkan. Mana yang
enak di sana mereka berada.
Kepada adik-adik yang
sedang melaksanakan Ujian Nasional, Selamat diuji. Selamat berjuang mengakhiri
masa sekolah dan selamat datang di dunia nyata.
Ketika UN Tidak Lagi Menakutkan. Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan masukan email anda dibawah ini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel terbaru dari Animalisme Kesejagatan
Anda baru saja membaca artikel tentang
0 komentar:
Posting Komentar